Prancis dan Amerika Serikat (AS) buka suara mengenai terbunuhnya salah satu
petinggi Hamas,
SalehAl Arouri
dalam serangan drone Israel di Beirut, Lebanon. Sebelumnya insiden ini
dikhawatirkan dapat meningkatkan eskalasi di wilayah itu.
Mengutip AFP, Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta
Israel untuk menghindari eskalasi di Lebanon. Ini disampaikannya langsung
kepada menteri Israel dan anggota kabinet perang Benny Gantz dalam sebuah
panggilan telepon.
"Penting untuk menghindari sikap yang meningkat, khususnya di Lebanon, dan
bahwa Prancis akan terus menyampaikan pesan-pesan ini kepada semua pihak
yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam konflik ini," tulis
pembacaan telepon tersebut yang dilakukan Istana Elysee, dikutip Rabu
(3/1/2024).
Selain itu, Macron menegaskan kembali seruannya untuk gencatan senjata
abadi antara Israel dan Hamas. Tetapi ia juga menggarisbawahi komitmen
Prancis terhadap keamanan Israel.
"Saya menyatakan kembali keprihatinannya yang paling dalam atas
meningkatnya jumlah korban sipil di Gaza, serta krisis kemanusiaan yang
terjadi di wilayah Palestina," tambahnya.
Di sisi lain, politisi Partai Republik Amerika Serikat (AS), Mike
Waltz, menyebut pembunuhan pemimpin Hamas di Beirut sebagai sesuatu yang
sangat krusial. Pasalnya, ini merupakan serangan di luar wilayah Israel dan
Palestina
"Jika saya adalah pemimpin Hamas saat ini, apakah Anda berada di Turki,
Beirut, atau di tempat lain, saya tidak akan bisa tidur nyenyak di malam
hari," kata Waltz kepada Fox News
Israel secara teratur melakukan serangan terhadap gerakan Hizbullah yang
bersekutu dengan Hamas di sepanjang perbatasannya dengan Lebanon. Namun
pembunuhan Arouri adalah yang pertama kalinya sejak dimulainya perang di
Gaza yang menargetkan ibu kota Lebanon.
Perlu diketahui setelah serangan tersebut, Hizbullah bersumpah bahwa
kematian Arouri tidak akan dibiarkan begitu saja. Milisi penguasa itu
menyebutnya sebagai serangan serius terhadap Lebanon dan perkembangan yang
berbahaya selama perang.
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati juga mengutuk pembunuhan tersebut. Ia
mengatakan hal itu "bertujuan untuk menarik Lebanon" lebih jauh ke dalam
perang Israel-Hamas.
Kementerian Luar Negeri Iran, juga mengecam keras Israel dan mengatakan
pembunuhan Arouri "tidak diragukan lagi akan memicu gelombang perlawanan dan
motivasi untuk berperang melawan penjajah Zionis". "Tidak hanya di Palestina
tetapi juga di seluruh dunia," kata juru bicara Nasser Kanaani.
Perang di Gaza yang akhirnya meluas ke serangan Israel ke Lebanon, dipicu
serbuan Hamas pada 7 Oktober, dengan dalih membalas penyergapan Al-Aqsa
awal 2023 dan pendudukan Yahudi di Palestina. Serangan itu mengakibatkan
kematian sekitar 1.140 orang di Israel dan penculikan hingga 240 warga yang
dibawa ke Gaza.
Setelahnya, Israel melancarkan pemboman tanpa henti di Gaza, yang menjadi
kantong pemerintahan Hamas. Rabu ini, serangan Israel selama tiga bulan
telah menewaskan sedikitnya 22.185 orang, kebanyakan perempuan dan
anak-anak.
(PM) Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak bergeming atas desakan
gencatan senjata yang diminta banyak negara. Ia bahkan menegaskan perang
kemungkinan akan terus terjadi dalam beberapa bulan mendatang.
Komentar Netanyahu ini mendapatkan pertentangan serius dari berbagai pihak.
Bahkan, salah satu senator AS, Elizabeth Warren, menyebut Netanyahu telah
memicu bencana kemanusiaan terbaru.
"Netanyahu & kabinet perang sayap kanannya telah menciptakan bencana
kemanusiaan, menewaskan ribuan warga sipil Palestina. Israel membutuhkan
kepemimpinan yang bisa memulangkan para sandera, bukan berperang selama
berbulan-bulan," tegasnya.
"Hentikan pengeboman di Gaza. Lanjutkan gencatan senjata. Berusaha menuju
perdamaian permanen," tambahnya
Copas dari
https://www.cnbcindonesia.com/news/20240103113658-4-502374/as-prancis-respons-israel-bunuh-bos-hamas-buat-iran-hizbullah-ngamuk?mtype=mpc.w.A-boxccxmpcxmp-modelA
No comments:
Post a Comment